:")
by Orange Blue
Ada yang terjaga hingga larut malam demi
menemukan dirinya kembali berantakan, luluh lantah oleh perasaan. Ia akhirnya
tumbang setelah berwaktu-waktu bertopeng tenang.
“Maaf ya, aku lagi kacau.” katanya, pada
penikmat konten setianya, termasuk saya.
Ada luka yang mati-matian dikasa agar
tidak menganga, supaya tidak menimbul lebih banyak duka. Katanya, manusia yang kelihatan
sempurna justru paling banyak menyimpan lara. Mungkin karena itu dia akhirnya
menelanjangi sebagian kewarasannya dan bertekuk pasrah pada sepolos-polosnya
jiwa.
Malam itu, sebagian dari kami menangis
lirih, enggan membisingi malam yang terlampau sunyi.
Malam itu, segenap dari kami saling berbagi
paham tentang kehidupan, tentang apa itu kesakitan.
“Aku cuma terlalu banyak berpikir akhir-akhir
ini” Katanya, diselingi tawa yang dibuat seolah bahagia.
Selalu. Dia selalu tidak tersentuh. Segala
hingar bingar dan cahaya berpendar-pendar selalu mengasingkannya dari manusia
biasa tanpa nama. Tapi detik itu, lelah menjadikannya pribadi paling relevan
yang dapat digapai segala perasaan. Membuatnya berhenti sejenak dari pura-pura
yang membalut hidupnya dengan paripurna.
Ah, dia juga manusia yang tidak melulu
bertopi sempurna.
Mimpi.
Segalanya hanya tentang mimpi yang
lagi-lagi terasa terlalu tinggi. Dia punya segala hal yang didamba jutaan
manusia, kecuali keyakinan bahwa mimpi tidak akan mengusik percaya dirinya.
Demi sebuah mimpi, dia rela jatuh
berkali-kali. Melukai harga diri demi meruncing ambisi.
“Jangan khawatir, aku baik-baik saja.” Suara
paraunya justru berkata sebaliknya.
Jangan khawatir dan baik-baik saja. Seru
dan ungkap yang sengaja ditutur agar jadi penggenap harap. Barangkali setelah
itu, segalanya memang akan kembali semula : bahagia.
Dan di penghujung kisah, kami semua akhirnya
berkumpul pada satu titik rasa bernama pasrah, merapal doa yang sama agar esok semesta kembali tertawa.
*ditulis setelah menyaksikan live woodz